Hai hai hai, ketemu lagi... Tumben nih, Bundamami sehari bisa terbit 2 tulisan, hehehe. Ini karena Bundamami sedang mengikuti kelas ya Gaes ya... Kelas apa? Ssstt, nanti Bundamami kasih tahu, ya!
Baiklah, tak perlu opening panjang lebar lagi. Sebagai kelanjutan tulisan saya sebelumnya tentang sejarah penyuntingan, maka di tulisan kali ini saya akan membahas tentang proses penyuntingan itu sendiri, dalam konteks penerbitan buku. Are you ready? Cekidot Gaesss!
Penyuntingan
Penyuntingan merupakan bagian dari ilmu penerbitan. Sementara itu, penerbitan sendiri adalah cabang ilmu komunikasi. Jadi, ketika kita mendalami ilmu dan konsep penyuntingan, maka kita sedang mempelajari salah satu konsep dalam ilmu komunikasi.
Proses Penyuntingan Tercetak dengan Markah |
Dari segi bahasa, penyuntingan berasal dari kata sunting atau menyunting. Menurut KBBI, salah satu makna menyunting adalah menyiapkan naskah agar siap/layak terbit, dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan tata bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Dari makna ini, kita memiliki sedikit gambaran seperti apa tahap dan proses penyuntingan.
Seorang editor/penyunting memegang peranan penting agar sebuah buku dapat tersaji apik di hadapan pembaca. Jadi, proses penyuntingan merupakan hal wajib yang harus dilalui sebuah naskah untuk diterbitkan.
Jenis Penyuntingan
Setelah mengetahui definisi penyuntingan, maka kita dapat beralih ke pembahasan jenis penyuntingan. Secara praktis, terdapat 2 jenis penyuntingan, di antaranya:
1. Penyuntingan Mekanis
Penyuntingan mekanis meliputi segala hal yang berkaitan dengan penerapan standar dan kaidah ejaan, sesuai tata bahasa dan gaya selingkung tiap penerbit. Dalam tahap ini, penyunting hanya fokus pada kesalahan mekanis, misalnya tidak konsistennya penulisan tanda baca, huruf kapital, dll. Jangan berusaha menulis ulang naskah, tapi cukup diperbaiki saja.
2. Penyuntingan Materi Substantif
Dalam penyuntingan materi substantif ini, sebenarnya seorang penyunting cukup mengingatkan pada penulis jika ada hal yang kurang sesuai, kemudian penulis yang harus memperbaiki sendiri. Namun, pada kondisi tertentu, tak jarang penyunting harus turun tangan untuk memperbaiki langsung atau bahkan menulis ulang naskah yang kurang sesuai tadi.
Penyuntingan materi substantif biasanya meliputi: penelusuran sumber, pengurangan bagian materi yang tidak relevan, atau penambahan materi untuk memperkuat alur penulisan. Penyuntingan substantif juga berfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan etika dan pelanggaran norma dalam masyarakat.
Tahapan Proses Penyuntingan
Sementara itu, jika ditilik dari tahap pelaksanaan prosesnya, penyuntingan terbagi dalam 4 tahap yang berurutan, yaitu:
Empat Tahap Proses Penyuntingan |
a. Tahap Prapenyuntingan
Pada tahap awal ini (first reading), penyunting menggunakan teknik membaca cepat dan sistematis untuk memahami maksud, tujuan, serta apa yang ingin disampaikan oleh penulis. Di tahap ini pula penyunting harus mengecek kelengkapan anatomi naskah yang sesuai dengan pedoman penyajian di penerbit tersebut.
Dalam tahap prapenyuntingan ini, seorang penyunting harus menentukan apakah naskah tersebut membutuhkan proses penyuntingan ringan, sedang, atau berat. Itu artinya penyunting harus paham seberapa banyak kerja keras yang dibutuhkan untuk memoles naskah tersebut hingga layak terbit. Selain itu, penyunting juga harus menandai bagian mana yang menggantung dan butuh perbaikan, bagian mana yang perlu diperkuat, dan sebagainya.
b. Tahap Penyuntingan Menyeluruh
Pada tahap kedua ini, penyunting harus menggunakan teknik membaca secara analitis. Di sinilah tahap penyuntingan secara menyeluruh dilakukan, berjalan simultan antara membaca analitis dan proses menyunting langsung.
Pada tahap ini, penyunting berperan sebagai calon pembaca/orang awam yang secara aktif bernalar kritis saat membaca isi naskah. Ajukan berbagai pertanyaan yang sekiranya muncul di benak pembaca awam ketika melihat naskah tersebut untuk pertama kalinya. Jika penjelasan dalam naskah tersebut mampu memuaskan dan menjawab segala keingintahuan penyunting dengan baik dan jelas, maka naskah tersebut tergolong baik. Hal ini berarti tugas penyunting tidak terlalu berat.
Namun jika isi naskah tersebut belum mampu menjawab pertanyaan kritis dari calon pembaca (dalam hal ini penyunting) atau bahkan membingungkan penyunting saat membacanya, maka itu pertanda bahwa penyunting membutuhkan kerja keras untuk memperbaiki alur dan sistematika isi tulisan tersebut.
Proses Editing dan Proofreading |
c. Tahap Copyediting
Setelah alur dan sistematika isi naskah cukup rapi, maka saatnya penyunting fokus pada penyajian tata bahasa dan ejaannya. Pada penjelasan di atas, proses ini dikenal dengan penyuntingan mekanis.
Pada tahap ini, penyunting harus memperhatikan kaidah ejaan dan tata bahasa yang sesuai dengan gaya selingkung masing-masing penerbit. Jadi, penyunting wajib melakukan crosscheck pada pedoman ejaan yang berlaku saat itu.
d. Tahap Proofreading
Pada tahap akhir, penyunting harus membaca ulang seluruh naskah, untuk memastikan tidak ada kesalahan yang terlewat untuk diperbaiki. Biasanya, untuk meminimalkan kesalahan, proses proofreading ini dilakukan oleh orang yang berbeda dengan penyunting di awal, misalnya penyunting penyelia atau korektor penyunting.
Penutup
Nah, itulah beberapa tahap proses penyuntingan yang dilakukan di "dapur" sebuah penerbit untuk memastikan sebuah buku layak terbit dan tersaji apik di hadapan para pembacanya. Tahap tersebut dilakukan berlapis atau berjenjang untuk meminimalkan terjadinya kesalahan. Bagaimana, tertarik menjadi penyunting buku di penerbit?
Referensi:
1. Trim, Bambang. (2022). Taktis Menyunting. Cimahi: Penulis Pro Indonesia.
2. https://ghostwriterindonesia.com/
Post a Comment